Menteri HAM Pigai Bicara Soal Status Lajang dan Tiga Cinta
Dalam sebuah wawancara yang penuh kejujuran, Menteri HAM Pigai mengungkapkan fakta pribadi yang jarang diketahui publik. Selama 13 tahun terakhir, ia memilih hidup tanpa pasangan hidup resmi, tetapi bukan berarti tanpa cerita cinta. Pengakuannya tentang hanya memiliki tiga pacar dalam kurun waktu tersebut menjadi sorotan banyak pihak, sekaligus menunjukkan sisi manusiawi dari seorang pemimpin yang penuh dedikasi pada tugasnya.
Pigai, yang dikenal dengan sikap tegas dan konsistensinya dalam memperjuangkan hak asasi manusia, menjelaskan bahwa keputusan untuk tetap melajang bukanlah tanpa alasan. Ia menyebutkan bahwa kesibukan sebagai pejabat publik, ditambah dengan komitmennya dalam memperjuangkan isu-isu penting di masyarakat, membuatnya sulit untuk menjalani kehidupan pernikahan yang stabil.
“Saya sadar, menjadi seorang suami itu tanggung jawab besar. Kalau saya tidak bisa membagi waktu dengan baik, itu akan jadi ketidakadilan bagi pasangan saya,” ungkapnya dengan nada tenang.
Namun, Pigai juga tidak menampik bahwa selama 13 tahun ini, ia sempat menjalin hubungan dengan tiga wanita yang dianggapnya istimewa. Ketiganya, menurut Pigai, adalah bagian dari perjalanan hidupnya yang memberikan pelajaran berharga tentang cinta dan pengorbanan.
Kisah Tiga Cinta
Meski memilih untuk tidak menyebutkan nama atau detail pribadi, Pigai menceritakan bahwa setiap hubungan yang dijalinnya memberikan pengalaman yang berbeda.
“Hubungan itu seperti sebuah proses pembelajaran. Kita belajar tentang diri kita sendiri, tentang orang lain, dan bagaimana menjaga komunikasi yang sehat,” katanya.
Ia menegaskan bahwa ketiga wanita tersebut adalah pribadi-pribadi luar biasa yang membantunya melihat kehidupan dari perspektif yang lebih luas. Namun, kendala waktu dan prioritas pekerjaan membuat hubungan itu tidak berlanjut ke jenjang yang lebih serius.
“Saya tidak ingin menjanjikan sesuatu yang tidak bisa saya tepati. Karena itu, ketika merasa tidak bisa memberikan yang terbaik, lebih baik saya jujur dan mengakhiri hubungan dengan baik-baik,” ujarnya.
Pengakuan Pigai ini menuai beragam respons dari masyarakat. Banyak yang mengapresiasi keterbukaan dan sikap jujurnya dalam membahas kehidupan pribadi, terutama di tengah budaya yang sering kali menuntut kesempurnaan dari seorang pejabat publik.
“Sangat jarang ada pejabat yang berbicara seterbuka ini. Pak Pigai menunjukkan bahwa dia tidak hanya seorang pemimpin, tetapi juga manusia biasa dengan tantangan dan pilihan hidupnya,” ujar seorang netizen di media sosial.
Namun, ada juga yang mempertanyakan mengapa seorang pejabat setinggi dirinya belum memutuskan untuk menikah. Beberapa bahkan berpendapat bahwa pernikahan dapat memberikan stabilitas emosional yang lebih baik bagi seorang pemimpin.
Meski demikian, Pigai menegaskan bahwa status lajangnya tidak memengaruhi komitmennya dalam menjalankan tugas sebagai Menteri HAM. Ia menganggap bahwa hidup melajang memberinya ruang lebih banyak untuk fokus pada isu-isu yang menjadi tanggung jawabnya.
“Saya percaya, setiap orang punya jalan hidup masing-masing. Bagi saya, saat ini tugas negara adalah prioritas utama,” tegasnya.
Kisah pribadi Pigai ini memberikan gambaran bahwa di balik sosok pejabat yang tegas dan sering berada di bawah sorotan publik, ada sisi manusiawi yang penuh cerita dan perjuangan. Keputusannya untuk tetap melajang selama 13 tahun terakhir bukanlah sesuatu yang perlu diperdebatkan, melainkan dihormati sebagai pilihan hidup yang ia ambil dengan penuh kesadaran.
Pigai menunjukkan bahwa keberanian untuk jujur dan menerima diri sendiri adalah kunci utama dalam menghadapi berbagai tantangan hidup. Di tengah tekanan dan tuntutan masyarakat, ia tetap menjadi dirinya sendiri—sebuah inspirasi bagi banyak orang untuk menjalani hidup dengan autentik dan penuh integritas.